Selasa, 05 Maret 2013

AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR


AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR 

Soal:
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan amar makruf nahi mungkar? Apa pula yang dimaksud dengan mengubah kemungkaran (taghyîr al-munkar)?
Jawab:
Amar makruf nahi mungkar merupakan salah satu ciri yang hanya dijumpai pada kaum Muslim; tidak ada pada umat-umat lain. Bahkan keistimewaan umat Islam justru dicirikan dengan adanya sifat amar makruf nahi mungkar. Banyak ayat yang menyebut tentang amar makruf nahi mungkar dan menggandengkannya dengan sifat-sifat kaum Muslim. (Lihat: QS Ali Imran [3]: 110).
Menurut mufasir al-Qasimi, sifat tersebut (yakni amar makruf nahi mungkar, pen.) menjadi keutamaan yang Allah berikan kepada umat Islam, dan tidak diberikan kepada umat-umat lain (Al-Qasimi, Mukhtashar Min Mahâsini at-Ta‘wîl, hlm. 64, Dar an-Nafa’is).
Yang disebut dengan makruf menurut timbangan syariat Islam adalah setiap itikad (keyakinan), perbuatan (amal), perkataan (qawl), atau isyarat yang telah diakui oleh as-Syâri‘ Yang Mahabijaksana dan diperintahkan sebagai bentuk kewajiban (wujûb) maupun dorongan (nadb). (Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Amar Ma‘ruf Nahi Munkar, hlm. 19, Darul Furqan).
Dengan demikian, beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya; pada Hari Akhir, surga dan neraka, dan lain-lain dianggap sebagai perkara yang makruf dan diperintahkan, serta terkait dengan itikad (keyakinan/keimanan). Pelaksanaan shalat, shaum, zakat, haji, sedekah, berjihad fi sabilillah dan sejenisnya; tercakup di dalam perbuatan-perbuatan (amal) yang makruf. Mengucapkan kata-kata yang haq, memerintahkan untuk menjalankan kewajiban agama, dan melarang terjerumus dalam hal-hal yang diharamkan; juga tergolong pada perkara yang makruf.
Jadi, makruf disini berarti al-khayr (kebaikan). Oleh karena itu, amar makruf berarti perintah atau dorongan untuk menjalankan perkara-perkara yang makruf (kebaikan), yang dituntut atau didorong oleh akidah dan syariat Islam.
Sebaliknya, yang dinamakan dengan mungkar menurut timbangan syariat Islam adalah setiap itikad (keyakinan/keimanan), perbuatan (amal), ucapan (qawl) yang diingkari oleh as-Syâri‘ Yang Mahabijaksana dan harus dijauhi (Abu Faris, ibid, hlm. 20, Darul Furqan).
Dengan demikian, syirik kepada Allah, percaya pada ramalan bintang dan dukun, menyandarkan nasib pada mantera-mantera dan paranormal, dan sejenisnya, adalah keyakinan yang mungkar. Begitu pula minum-minuman keras (khamar), berzina, mencuri, ghîbah, berdusta, bersaksi palsu, tajassus (memata-matai) seorang Muslim, korupsi, suap, meminta bantuan militer kepada negara kafir untuk memerangi sekelompok umat Islam, tunduk pada dominasi negara-negara kafir, menelantarkan urusan rakyat, mengambil harta milik masyarakat (milik umum) tanpa legislasi syariat, menjalankan hukum thâghût (selain hukum Islam), dan sejenisnya; termasuk tindakan-tindakan mungkar.
Jadi, mungkar di sini berarti as-syarr (keburukan). Oleh karena itu, nahi mungkar berarti perintah untuk menjauhi perkara-perkara yang mungkar (keburukan), yang dihindari oleh akidah dan syariat Islam. Amar makruf nahi mungkar diwajibkan oleh syariat Islam. (Lihat: QS Ali Imran [3]: 104).
Adapun taghyîr al-munkar (mengubah kemungkaran) adalah juga diwajibkan atas setiap Muslim. Hanya saja, caranya telah ditentukan oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda:
«مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ،
وَ ذَلِكَ اَضْعَفُ اْلإِمَانِ»
Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, hendaklah dengan lisannya; jika tidak mampu, hendaklah dengan hatinya. Akan tetapi, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR Muslim).
Menurut Qadli Iyadh, hadis itu terkait dengan sifat-sifat seseorang tatkala mengubah kemunkaran. Orang yang hendak mengubah kemungkaran berhak mengubahnya dengan berbagai cara yang dapat melenyapkan kemungkaran tersebut, baik melalui perkataan maupun perbuatan (tangan). Jika seseorang memiliki dugaan kuat (yakni jika diubah dengan tangan akan muncul kemungkaran yang lebih besar lagi, seperti menyebabkan risiko akan dibunuh atau orang lain bakal terbunuh karena perbuatannya), cukuplah mengubah kemungkaran itu dilakukan dengan lisan; diberi nasihat dan peringatan. Jika ia merasa khawatir bahwa ucapannya itu bisa berakibat pada risiko yang sama, cukuplah diingkari dengan hati. Itulah maksud hadis tersebut (An-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, jilid II/25).
Berdasarkan hal ini, seseorang yang mampu mengubah kemungkaran. Yang dimaksud dengan mengubah kemungkaran melalui hati adalah menasihati pelaku kemungkaran, kemudian (jika hal itu dilakukan, atau tidak mampu dilakukan karena adanya risiko kemungkaran yang lebih besar) memutuskan hubungannya dengan kemungkaran dan pelakunya melalui tindakan: tidak duduk bersama-sama pelaku yang tengah melaksanakan kezaliman atau tindakan mungkar; tidak minum-minum (khamar) bersama-sama; tidak makan-makan (makanan yang haram) secara bersama-sama dengan pelaku, tidak melayani/memfasilitasi dan mendorong mereka melakukan kemungkaran; dan sebagainya.
Dari paparan tersebut tampak bahwa pihak yang paling bertanggung jawab dalam melakukan amar makruf nahi mungkar dan mampu mengubah kemunkaran dengan tangan (kekuatan) adalah pemerintah atau negara. Negara memiliki seluruh pranata yang memungkinkannya bisa menjalankan amar makruf nahi mungkar dan melenyapkan kemungkaran dengan tangan (kekuatan)-nya seketika.
Masalahnya, di tengah-tengah kaum Muslim saat ini pemerintah atau negara telah berubah menjadi dâr al-kufr, syariat Islam diganti dengan sistem hukum thâghût, sekularisme dijadikan dasar negara, kedaulatan bukan di tangan Allah Swt. melainkan manusia (yaitu rakyat), kekufuran merajalela di seluruh lapisan, dari dasar hingga ke cabang-cabangnya, ideolologi kufur (seperti Komunisme, Kapitalisme-Demokrasi dan semacamnya) merajalela dan menjadi panutan kaum Muslim, bahkan dibelanya mati-matian. Artinya, negara telah menjadi pelaku atau pemelihara kemungkaran itu sendiri. Lalu apa yang harus kita lakukan?
Jawabannya, bahwa kaum Muslim saat ini harus terlibat dalam proses taghyîr al-munkar secara global dan inqilâbî (revolusioner). Caranya adalah dengan mengembalikan lagi sistem hukum Islam melalui eksistensi negara yang mendasarkan diri, menjaga, melaksanakan dan mempropagandakan akidah dan syariat Islam; yaitu melalui Negara Khilafah yang merujuk pada manhaj Nabi saw. Tentu saja, semua itu harus melalui tahapan/metode yang dilandasi oleh perjalanan Rasulullah saw. membangun Negara Madinah, bukan berdasarkan metode lain.
Jika di tengah-tengah kaum Muslim tidak terbersit upaya untuk mengubahnya, bahkan dengan hati sekalipun (membiarkan dan tidak peduli dengan kondisi kaum Muslim saat ini yang didominasi oleh kekufuran), berarti iman dalam dirinya telah sirna, dan kemungkaran akan menyelimuti seluruh umat manusia. Pada akhirnya, pintu azab Allah yang sangat pedih akan terbuka. Rasulullah saw. bersabda:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ
يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
Demi jiwaku yang ada dalam genggamannya, kalian memerintahkah kemakrufan dan mencegah kemungkaran atau Allah akan menimpakan azab atas kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya, lalu doa kalian tidak akan dikabulkan. (HR at-Tirmidzi).

Minggu, 24 Februari 2013

TOBAT



Hidup kita ibarat buku, sampul awal di sebut lahir dan sampul akhir di sebut mati. Di antara 2 sampul ada lembaran-lembaran hari dan waktu. Satu tahun 350 hari, malam halaman dan siang juga halaman. Jamnya itu di ibaratkan garis-garis. Isinya itu amal, catatan ini.
Kalau kita tidak beramal ya tidak di catat. Jadi yang mencatat itu kita sendiri. Buku kita itu di catat mulai baligh, kalau sebelum baligh tidak di catat.

Terserah…! Apakah buku kita ini kita isi catatan yang baik, apa akan kita isi dengan catatan yang jelek. Apa kita campur aduk baik-jelek, baik-jelek, jelek-jelek-jelek.

Apakah kita kosongkan saja, apakah kita blok hitam semua umur kita ini. Apakah kita robek-robek sendiri. Itu terserah kita, ini namanya kitab umur.

Kalau sekarang di tulisi jelek dan selagi ajal belum datang, hapus dengan istighfar, dengan tobat. Nanti kembali dan kemudian di isi dengan catatan yang baik. Kesempatan kita hanya di sini tidak di sana.
  • Kesempatan tobat hanya di sini.
  • Kesempatan minta ampun hanya di sini.
  • Kesempatan berbuat baik kepada diri kita sendiri hanya di sini.
  • Kesempatan amal sholeh hanya di sini.
  • Kesempatan ibadah hanya di sini.
Sampai habis waktunya disini, batasnya ghor-ghur. Alloh Ta’ala menerima taubat selama belum ghor-ghur. Kalau sudah ghor-ghur tutup pintu taubat. Sekarang terbuka terus, kapan taubat? apakah menunggu ghor-ghur?

Kalau sekarang tidak taubat, sampai peluit datang, kartu datang dan kita berangkat, selamanya kita tidak akan pernah dapat.

Daripada di cuci oleh Malaikat Jahannam lebih baik sekarang di cuci sendiri. Walaupun tidak sebersih-bersihnya akan tetapi nanti disana tidak akan lama mungkin selama 2 tahun atau 10 tahun sudah di entas. Tapi kalau tebal ya lama sampai ratusan tahun.
ROBBIR JI’UUNI ~ LA’ALLII A’MALU SHOOLIHAAN FIIMAA TAROKTU. (Al Mukminun / S. 23 / 99-100)
Artinya: Wahai Tuhan kembalikanlah kami ke dunia. Malaikat bertanya: Untuk apa kamu minta di kembalikan ke dunia? Saya akan beramal sholeh di dalam waktu yang telah saya tinggalkan.

Seandainya bisa amal sholeh di akhirat pasti tidak minta di kembalikan, cukup di kerjakan di sana. Di sana tidak ada orang yang sholat, tidak ada orang shodaqoh. Zakat dan sholat ada di sini. Kalau tidak cepat-cepat dan waktu yang di berikan kepada kita itu hanya setetes, waktu itu sangat cepat. Umur manusia itu sangat singkat. Kalau tidak mati di waktu malam ya mati di waktu siang, kalau tidak di waktu siang ya malam. Bolak-baliknya itu cepat. Jadi kalau tidak cepat-cepat berburu soal waktu dan tempat, tempatnya ada di sini dan waktunya sangat cepat. Kalau kita di deri kesempatan yang sangat singkat itu tidak cepat-cepat kita isi dengan kebaikan kita akan di tinggal kesempatan itu, kalau sudah di tinggal kesempatan kita akan bertemu dengan kesempitan.

Kadang-kadang ada yang berkata: Sudahlah nak..! Kalau aku sudah tua aku akan sholat.
Masih muda masih kuat tidak mau apalagi kalau sudah tua?

Juga ada yang berkata: Badannya paman masih kotor na…! Aku kalau sholat itu….?
Sembahyang itu membersihkan hati.

Jadi cepat-cepat taubat, taubat itu kembali kepada posisi. Kalau asalnya itu kufur kembali kepada syukur, itu termasuk taubat.
Kalau asalnya riya`kembali kepada ikhlas, kembali ke posisi yang baik.

Kalau nabi Taubat itu di namakan peningkatan, lain dengan kita. Kalau kita kembali kepada posisi.

Di dalam diri kita ada fithroh, penuh berisi benih-benih kebaikan. Tapi manusia yang menyimpang sendiri.
  • Adakah orang yang ingin di bohongi? Adakah? Tidak ada, tandanya manusia itu senang kebenaran.
  • Adakah orang yang ingin di dholimi, di aniaya? Tidak ada. Tandanya di dalam diri manusia itu ada keadilan, dan seterusnya
  • Adakah orang yang ingin sengsara terus?
  • Apa ada orang yang ingin ribut terus? Tandanya ingin ada keamanan.
Itu semuanya kebutuhan kita bersama. Kadang-kadang lupa kepada fithrohnya sehingga membuat orang lain tidak aman. Bertentangan dengan fithrohnya sendiri.

Selasa, 12 Februari 2013

KANG SANTRI

Santri :
San Artinya Patuh
Tri Artinya tiga
Maksudnya adalah................. seng diarani santri iku kudu patuh maring perkoro telu : patuh maring sing gawe urip, maring Rosul, lan maring Pemimpin. Gmn............... Setuju kan........?